Kamis, 18 Agustus 2011

Al Ghazali, sang Hujjatul Islam

by: Alfian Ikhsan


Al-Ghazali  bernama lengkap Abu Hamid Muhammad ibnu Ahmad Al-Ghazali Al-Thusi. Beliau dilahirkan pada tahun 450 H / 1058 M di Ghazal, Thus, Provinsi Khurasan, Republik Islam Iran. Beliau dilahirkan dari keluarga yang akrab dengan ilmu tasawuf. Kedua orangtuanya meninggal ketika beliau masih anak-anak. Lalu beliau diasuh oleh pamannya, Ahmad yang juga seorang sufi sederhana.
            Oleh saudaranya, Al-Ghazali dititipkan ke sebuah madrasah milik Yusuf Al-Nasaj. Ini merupakan titik awal perkembangan intelektual dan spiritual beliau. Setelah beberapa tahun beliau berguru kepada Ahmad ibnu Muhammad Al Razakany Al Thusi, selanjutnya ia belajar pula kepada Abu Nashr Al-Ismaily di Jurian dan akhirnya ia masuk ke sekolah Nizhamiyah di Naisabur yang dipimpin oleh Imam Al-Haramain. Dari beliau lah Al-Ghazali belajar tentang ilmu fiqh, ilmu kalam dan ilmu logika. Selain itu, Al-Ghazali juga belajar tentang tasawuf kepada Abu Ali Al-Fadhl ibnu Muhammad ibnu Ali Al-Farmadhi. Sehingga pada usia 25 tahun, beliau telah menguasai berbagai ilmu pengetahuan, dan diangkat menjadi dosen di sekolah Nizhamiyah.
            Beberapa tahun kemudian, Al-Ghazali pindah ke Baghdad. Di sana beliau diangkat sebagai guru besar di sekolah Nizhamiyah Baghdad oleh Nizham Al-Mulk, Perdana Menteri Sultan Bani Saljuk. Di Bagdad nama beliau semakin populer dan halaqah pengajiannya semakin luas. Pada periode ini beliau mengalami krisis yang menyangsikan terhadap semua makrifat, baik yang bersifat empiris maupun rasional. Beliau akhirnya jatuh sakit selama enam bulan, dan dokter tidak mampu mengobatinya. Kemudian beliau meninggalkan semua jabatannya di Baghdad dan mengembara ke Damaskus. Di masjid Damaskus beliau mengisolasi diri untuk beribadah dan berlaku sufistik yang berlangsung selama dua tahun.
            Setelah sembuh dari penyakit rohaninnya, Al-Ghazali kembali memimpin perguruan tinggi Nizhamiyah Bagdad atas permintaan Menteri Fakhr Al-Mulk. Setelah perdana  menteri ini mati terbunuh, ia kembali ke Thus tempat kelahirannya, di sini beliau membangun sebuah Madrasah Khan-kah untuk mengajar tasawuf. Usaha ini lakukan sampai ia wafat pada tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H. Beliau menghembuskan nafas yang terakhir dalam usia 55 tahun.
            Sosok Al-Ghazali sebagai ilmuwan tidak hanya diakui oleh orang islam, tapi juga oleh orang Eropa. Buku – buku beliau banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di Eropa dan digunakan sebagai referensi ilmu pengetahuan. Beliau mampu memberi pemaparan yang sangat bagus di setiap bukunya, ditambah dengan gaya bahasa yang menarik dan dalil yang kuat sehingga mampu menjadi hujjah pada setiap ilmu yang dituliskannya. Karena hal tersebut, beliau diberi ghelar kehormatan Hujjjatul Islam ( Argumentasi Islam ).

            Beberapa karya ilmiah beliau yang berpengaruh terhadap pemikiran umat islam antara lain :
            Salah satu pemikiran beliau yang hingga kini masih menjadi landasan teologis penganut paham Asy’ariyah adalah tentang keterdahuluan Allah terhadap alam. Jika golongan Mu’tazilah mengatakan bahwa Allah dan alam ada secara bersama – sama dan keduanya mempunyai sifat kadim ( terdahulu ). Al – Ghazali menyanggah dengan pendapat bahwa yang pertama kali ada adalah Allah, kemudian adanya alam adalah karena diciptakan oleh Allah. Sehingga yang mempunyai sifat kadim hanya Allah dan alam bersifat baru.
            Demikian perjalanan hidup Al – Ghazali yang telah menempuh berbagai jalan, dimulai sebagai ahli hukum islam, teolog Muslim, filosof Muslim dan berakhir sebagai seorang sufi. Beliau merupakan tokoh pemikiran islam yang tidak akan habis untuk diperbincangkan, semakin dalam kita mempelajari pemikirannya akan semakin kita temukan kejernihan ilmu pengetahuan.
Wallahulmuwaffieq ila aqwamithariq

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

awiepzz nta komen.na